Selasa, 29 September 2009

Akibat dari proyek TI

Hampir semua perusahaan Indonesia yang beraset di atas lima ratus juta rupiah
sudah menggunakan komputer untuk mendukung operasional sehari-hari. Meski hanya
satu buah Personal Computer (PC), dan hanya digunakan untuk tugas – tugas
administrasi dan korespondensi namun perusahaan yang sudah memanfaatkan PC
tergolong cukup maju. Disadari atau tidak, penggunaan PC telah menggeser mesin ketik,
kadang-kadang kalkulator, dan bahkan lemari penyimpan berkas. Namun demikian,
komputer dan perangkat pendukungnya tidak sekedar berfungsi menggantikan alat kantor
konvensional, lebih tinggi dari itu, komputer jika digunakan dengan terencana, terukur
dan terkelola dengan baik akan menjadi “alat perang unggul” dalam mengalahkan
pesaing (di kalangan perusahaan pencari laba) dan “alat layanan publik” yang efisien dan
efektif di lingkungan organisasi nirlaba baik di pemerintahan maupun swasta.
Persoalannya, masih banyak eksekutif atau pimpinan organisasi yang belum
menyadari peran penting komputer bagi eksistensi dan kelangsungan hidup
organisasinya. Di awal tahun 1990-an banyak perusahaan membeli PC hanya agar tidak
terkesan ketinggalan zaman. Awal 2000-an semakin banyak perusahaan Indonesia yang
memiliki komputer, namun belum banyak yang memanfaatkan komputer dan fasilitas
pendukung komputer secara optimal, kebanyakan masih digunakan untuk otomatisasi
kantor saja. Periode 2005 hingga awal 2007, wajah penggunaan komputer di Indonesia
khususnya di lingkungan organisasi bisnis telah mulai berubah. Semakin banyak
perusahaan atau instansi pemerintah yang tersambung ke Internet, memiliki website,
hampir di setiap meja karyawan terpasang personal komputer, para eksekutif terbiasa
dengan notebook,atau Personal Digital Assistance, laporan hasil kerja tidak lagi disajikan
hanya dengan kertas, namun dipresentasikan dalam softcopy, lalu lintas elektronik mail
semakin meningkat, akses pengguna Internet kantoran menempati ranking teratas,
terutama pada jam-jam kantor.
Statistik memang menunjukkan peningkaan pemanfaatan komputer, namun
kembali ke awal paragraf di atas, kenyataan bahwa pimpinan organisasi belum
sepenuhnya paham peran dan fungsi komputer secara khusus maupun teknologi informasi
secara umum, meski sudah banyak pemakaian komputer di kantornya, hal-hal seperti ini
yang diduga menjadi penyebab rendahnya produktivitas investasi komputer. Artinya, jika
dibandingkan dengan investasi sumber daya lain, seperti kendaraan, gedung, mesin-mesin
pabrik dan lain sebagainya yang mudah diukur return atas investasi-nya, mestinya
investasi teknologi informasi juga dapat diukur tingkat return-nya. Sayangnya, tidak
semua organisasi, termasuk yang paling menonjol adalah di organisasi pemerintahan,
yang melakukan kajian tingkat kembalian (return on investment = ROI) ketika hendak
membeli perangkat teknologi informasi. Kebiasaan yang lazim, sesudah proposal teknis
dan anggaran disetujui langsung diikuti dengan pengadaan.
Perlu disadari bahwa dalam hal investasi, selalu terjadi persaingan dalam
“perebutan” alokasi dana investasi. Selain itu investasi teknologi informasi pada
umumnya masih dievaluasi seperti halnya investasi untuk sektor lain. Terkait dengan
bagaimana memberi justifikasi pentingnya investasi teknologi informasi dan
hubungannya dengan kemampuan pengembalian investasi, Ward (2003) mengatakan
there is no simple answer to the question: on what basis should information system and
information technology investments be assessed against other investments? Artinya? Hal
ini merupakan tantangan segera dibuatnya prinsip dan kebijakan penilaian manfaat
investasi sistem informasi dan atau teknologi informasi yang dapat menjadi acuan bagi
keputusan dan atau penentuan prioritas investasi.
Ada bebeberapa isu penting yang perlu diperhatikan oleh mereka yang diberi
kewenangan untuk melakukan investasi teknologi informasi. Pertama, dianjurkan untuk
menentukan dasar-dasar pertimbangan dalam investasi. Tidak selalu nilai manfaat
investasi teknologi informasi harus dihitung menggunakan ROI, perlu dipertimbangkan
pula faktor-faktor non-teknologi, seperti apakah investasi teknologi informasi akan
berpotensi meningkatkan penjualan, kepuasan pelanggan, tingkat keuntungan dan lain
sebagainya. Guna memudahkan dalam mengukur manfaat, khususnya manfaat keuangan,
bagi perusahaan yang akan mengimplementasikan teknologi informasi dalam skala luas
dan bersifat strategis perlu memertimbangkan untuk meninjau kembali perlakuan
akuntansi yang akan digunakan untuk menilai kinerja investasi teknologi informasi. Data
akuntansi sangat penting dalam menghitung manfaat investasi teknologi informasi.
Setelah identifikasi dasar-dasar pertimbangan dilakukan, maka langkah kedua
adalah menentukan prioritas, dengan memperhatikan cakupan manfaat bisnis dan
ekonomi, keterbatasan sumber daya, dan faktor lainnya. Bagaimanapun, dari semua
pertimbangan di atas perlu dipilih dan dipilah mana yang harus didahulukan dari lainnya.
Prioritas penting terutama jika sumber daya perusahaan tidak mencukupi semua
kebutuhan investasi teknologi informasi.
Jika prioritas telah ditentukan, sumber daya keuangan dan lainnya yang
diperlukan untuk investasi telah dialokasikan, maka langkah ketiga yang disarankan
untuk dilakukan adalah melakukan proses pengelolaan dalam mewujudkan manfaat yang
diharapkan. Dalam konteks manajemen sistem informasi, langkah ini tergolong
operasionalisasi investasi teknologi informasi, tergolong kritis, dan oleh karenanya
memerlukan perhatian penuh dari manajemen.
Melengkapi tiga langkah sebelumnya, eksekutif perlu menguji resiko investasi
berdasarkan karakteristik aplikasi dan pendekatan dalam pengelolaannya. Pada era awal
penggunaan sistem informasi identifikasi resiko pemanfaatan teknologi informasi tidak
banyak dilakukan. Namun sejalan dengan semakin berperannya komputer dalam kegiatan
bisnis dan menjadikan komputer sebagai jantung kehidupan dari organisasi, mulai
disadari resiko atas investasi teknologi informasi. Sebagai contoh, jika sebuah bank yang
sudah menyelenggarakan layanan online, atau sebuah perusahaan penerbangan yang
sudah melayani penjualan tiket melalui Internet, atau perusahaan operator telekomunikasi
yang sangat tergantung pada teknologi informasi, semua fasilitas komputernya padam
dalam waktu sehari saja, dapat dibayangkan berapa besar potensi kerugian yang diderita
oleh perusahaan- perusahaan tersebut.

Proyek - proyek teknologi informasi berkembang

Istilah TI ( Teknologi Informasi ) atau IT ( Information Technology ) yang populer saat ini adalah bagian dari
mata rantai panjang dari perkembangan istilah dalam dunia SI ( Sistem Informasi ) atau IS ( Information
System ). Istilah TI memang lebih merujuk pada teknologi yang digunakan dalam menyampaikan maupun
mengolah informasi, namun pada dasarnya masih merupakan bagian dari sebuah sistem informasi itu sendiri. TI
memang secara nota bene lebih mudah dipahami secara umum sebagai pengolahan informasi yang berbasis pada
teknologi komputer yang tengah terus berkembang pesat.
Sebuah Sistem TI atau selanjutnya akan disebut STI, pada dasarnya dibangun di atas lima tingkatan dalam
sebuah piramida STI. Berurutan dari dasar adalah : konsep dasar, teknologi, aplikasi, pengembangan dan
pengelolaan.
Pengantar STI
1. Konsep Dasar
Konsep memberikan pemahaman yang penting dan menyeluruh dari sebuah STI yang tengah dibangun.
Setidaknya ada 4 (empat) konsep dasar dari sebuah STI yang harus dipahami secara umum.
1. Konsep tentang sistem yang tengah berlangsung atau berlaku. Ini penting karena STI itu sendiri
adalah sebuah sistem dan merupakan bagian dari sistem pula, misalnya dalam sebuah perusahaan.
2. Konsep tentang informasi. Informasi tentu saja adalah produk yang diharapkan dapat dihasilkan dari
sebuah STI dan informasi adalah sebuah fokus yang harus mendapatkan pemahaman serius secara umum
dan merata. Sudah menjadi sebuah permasalahan yang sering kali muncul manakala sering kali didapati
sebuah kenyataan bahwa terkadang sebuah STI tidak selalu menghasilkan informasi, bahwa banyak dari
STI dapat dinilai gagal karena ternyata bukan informasi yang dihasilkan, meskipun didukung teknologi
yang cukup memadai.
3. Konsep yang menyangkut komponen-komponen pembentuk STI itu sendiri. Pemahaman akan hal
tersebut akan berguna saat proses penerapan STI dengan aplikasi – aplikasi berbeda sambil tetap
mempertahankan STI tersebut sebagai satu kesatuan yang utuh. Aplikasi STI untuk Bagian Penjualan
sudah tentu akan berbeda dengan aplikasi yang digunakan di Bagian Keuangan dan pasti berbeda dengan
yang diterapkan di Bagian Personalia, namun ketiganya merupakan bagian dari sebuah STI yang lebih
luas dan besar dan dibangun atas dasar yang sama. Konteks penerapannyalah yang membuat ketiganya
memiliki perbedaan.
4. Konsep tentang pemanfaatan informasi yang dihasilkan dari STI yang dikembangkan. Dengan
memahami tipe-tipe/jenis-jenis pemanfaatan informasi, maka dapat diketahui karakteristik/macam ragam
informasi yang relevan untuk dihasilkan oleh sebuah STI.
2. Teknologi
Di atas konsep dasar dapat ditentukan teknologi yang akan digunakan dalam STI yang akan dikembangkan.
Dapat berupa teknologi komputer, telekomunikasi atau teknologi apapun yang dapat memberi nilai tambah
dalam proses STI
3. Aplikasi
Pengaplikasian dari STI dapat diterapkan dengan berbagai cara. Bisa diterapkan mengikuti fungsi-fungsi
organisasi atau tingkatan manajemen dimana STI tersebut akan diaplikasikan. Beberapa contoh STI yang
diaplikasikan mengikuti fungsi-fungsi organisasi yang ada misalnya, MIS (Marketing Information System) untuk
Bagian Penjualan, HRIS (Human Resources Information System) untuk Bagian Personalia, atau FIS (Financial
Information System) untuk Bagian Keuangan. Sedangkan beberapa contoh STI yang diaplikasikan mengikuti
fungsi-fungsi manajemen yang ada misalnya, TP (Transaction Processing) dan PCS (Process Control System)
untuk manajemen level bawah, DSS (Decision Support System) atau sistem penunjang keputusan, ES (Expert
System) atau sistem pakar, kemudian ada EIS (Executive Information System) untuk manajemen tingkat
menengah dan atas.
4. Pengembangan
STI dapat dikembangkan melalui beberapa cara. Antara lain :
1. SDLC ( System Development Life Cycle ), yang menempuh tahapan analisis, desain, implementasi dan
perawatan dalam siklus hidupnya.
2. Metode Paket (Package), yang merupakan pembelian modul dalam bentuk paket STI.
3. Prototype, mengandalkan pengembangan paket kecil secara terus-menerus selama digunakan sampai
prototype tersebut memiliki bentuk jadi yang diinginkan.
4. EUC (End User Computing) yang dikembangkan para praktisi dari dalam/insourcing.
5. Outsourcing, yang merupakan STI yang dikembangkan dan dioperasikan oleh pihak ketiga/vendor.
5. Pengelolaan
Tahap paling tinggi dari pengembangan STI adalah pengelolaan STI itu sendiri yang telah beroperasi. Ada 2
(dua) isu penting tentang pengelolaan STI.
1. Pertama, pengendalian dan kontrol terhadap STI itu sendiri. Kontrol yang tidak dikelola dengan baik
akan menyebabkan STI tidak dapat mencapai tujuannya. Informasi yang diinginkan dari STI mungkin
bisa menjadi tidak akurat. Kontrol dan pengendalian di sini termasuk di dalamnya isu-isu seputar
kemanan STI.
2. Kedua, etika dan politik informasi yang juga harus diberikan perhatian yang cukup. Pengelolaan di
bidang ini yang dilakukan dengan tidak tepat mungkin akan menurunkan kinerja. Demikian juga dengan
pengelolaan politik informasi. Banyak STI yang secara teknis bagus, tetapi mengalami kegagalan dalam
penerapannya karena adanya politik informasi yang menggagalkan STI tersebut. Salah satu diantaranya
adalah adanya resistance to change atau keengganan berubah karena STI yang diterapkan ini akan
menurunkan kekuasaan atau kesempatan seseorang yang menyebabkan yang bersangkutan enggan
menerima STI yang ada